Gaya Hidup

Kawin Kontrak Dalam Pandangan Islam dan Hukum di Indonesia

×

Kawin Kontrak Dalam Pandangan Islam dan Hukum di Indonesia

Sebarkan artikel ini
Kawin Kontrak Dalam Pandangan Islam dan Hukum di Indonesia
KONTRAK: Baik menurut hukum Islam maupun Undang-Undang, kawin kontrak adalah praktik kawin yang tidak sah alias batal. (Foto: Ilustrasi)

CIANJURUPDATE.COM – Maraknya praktik kawin kontrak saat ini, menjadi sorotan dari banyak pihak. Lalu apa sebenarnya kawin kontrak dan seperti apa hukumnya dalam Islam serta Undang-Undang? Simak ulasannya di bawah ini.

Istilah kawin kontrak sebenarnya sudah tidak asing lagi terdengar. Bahkan, ada beberapa orang yang mungkin sudah pernah berpengalaman melakukannya.

Kawin kontrak ialah perkawinan yang terjadi dan berlangsung untuk beberapa waktu tertentu saja. Misalnya, dalam jangka waktu minggu, bulan, atau tahun.

Supaya bisa melakukan kawin kontrak, ada sejumlah uang yang harus dibayarkan oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan.

Pembayaran ini utamanya adalah berupa mahar (maskawin), misalnya Rp50 juta. Termasuk biaya-biaya hidup lainnya, seperti biaya makan sehari-hari, tempat tinggal, dan sebagainya bagi pihak perempuan.

Singkatnya, kawin kontrak adalah perkawinan yang hanya berlangsung sementara dalam jangka waktu tertentu dengan imbalan sejumlah uang yang diterima oleh pihak perempuan.

Melansir dari berbagai sumber, kawin kontrak di Indonesia cukup marak dilakukan di beberapa daerah. Di antaranya Cianjur dan Bogor (Jawa Barat), Singkawang (Kalimantan Barat), dan Jepara (Jawa Tengah).

Kebanyakan pelakunya adalah turis laki-laki dari negeri Arab, seperti Arab Saudi, Kuwait, Irak, juga dari Turki.

Pihak perempuan yang bersedia menjalani kawin kontrak biasanya berasal dari daerah pelosok-pelosok kampung.

Umumnya, para perempuan ini tidak mencari pasangan laki-lakinya sendiri, melainkan ada semacam calo/makelar atau mak comblang yang menghubungkan mereka dengan para turis tersebut.

Untuk menjalani kawin kontrak, biasanya dipilih wanita dari keluarga yang tingkat perekonomiannya rendah. Dengan iming-iming uang mulai dari Rp5 juta-Rp20 juta yang ditawarkan makelar.

Para orang tua banyak yang rela melepas anaknya untuk dikawini oleh para turis asing itu, walaupun hanya dalam waktu antara dua hingga tiga bulan saja.

Tidak hanya itu, mungkin selama para turis itu berlibur di Indonesia pada musim liburan, yakni Mei dan Juni. Atau yang dikenal oleh para penduduk dengan sebutan “Musim Arab”.

Selain di Indonesia, kawin kontrak juga terjadi di luar negeri, seperti yang terjadi pada kalangan Tenaga Kerja Wanita (TKW) dari Indonesia di Malaysia.

Kawin kontrak ini berakhir ketika salah satu dari suami atau istri pulang ke negara asal karena visa dan izin kerja di Malaysia sudah berakhir.

Apa Hukum Kawin Kontrak di Indonesia?

Kawin Kontrak menurut UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, kawin kontrak adalah suatu bentuk perkawinan yang dibatasi oleh waktu tertentu sesuai yang diperjanjikan kedua pihak dan merupakan suatu bentuk perkawinan yang tidak sah.

Kawin kontrak sudah melanggar ketentuan pasal 2 ayat (2) UU No.1 Tahun 1974 sebab dalam perkawinan ini tidak dilakukan pencatatan pada pejabat yang berwenang (KUA atau Catatan Sipil).

Dalam rangka memperoleh kepastian hukumnya melalui surat nikah. Pada dasarnya, Kawin Kontrak itu sendiri telah melanggar arti dan tujuan suci dari sebuah perkawinan sesuai dengan UU No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam. Jadi tidak ada alasan untuk membenarkan dan mengesahkan keberadaan kawin kontrak.

Lalu, Bagaimana Hukum Kawin Kontrak dengan Hukum Islam?

Menurut Hukum Islam, kawin kontrak ini hukumnya adalah haram, yaitu dengan mendasarkan pada dalil-dalil baik dari Al-Quran maupun Hadist.

Jadi tidak ada alasan untuk membenarkan bahkan mengesahkan keberadaan kawin kontrak atau kawin mut’ah ini. Akad nikahnya tidak sah alias batal.

Hal ini diibaratkan seperti orang shalat tapi tidak berwudhu, maka shalatnya tidak sah alias batal dan tidak diterima oleh Allah Swt sebagai ibadah.

Tidak sahnya kawin kontrak, sebab nash-nash dalam Al-Quran maupun Hadist tentang pernikahan tidak mengkaitkan pernikahan dengan jangka waktu tertentu.

Pernikahan dalam Al-Quran dan Hadist jika dilihat dari segi waktu bersifat mutlak, yaitu maksudnya untuk jangka waktu selamanya, bukan untuk jangka waktu sementara.

Karena bertentangan ayat Al Quran dan Hadist yang sama sekali tidak menyinggung batasan waktu, maka kawin kontrak hukumnya tidak sah.

Perlu diketahui, ada hukum-hukum Islam yang dikaitkan dengan jangka waktu, misalnya masa pelunasan utang piutang (QS Al-Baqarah: 282); juga masa iddah, yaitu masa tunggu wanita yang dicerai (QS Al-Baqarah : 231).

Hukum-hukum Islam yang terkait waktu ini, otomatis pelaksanaannya akan berakhir jika jangka waktunya selesai.

Namun, hukum Islam tentang nikah, tidak ada kaitannya dengan jangka waktu sama sekali. Ayat-ayat tentang nikah juga sama sekali tidak menyebutkan adanya jangka waktu.

Maka perkawinan dalam Islam itu dari segi waktu adalah bersifat mutlak, yakni tidak dilakukan untuk sementara waktu tetapi untuk selamanya (abadi).

Memang kawin kontrak pernah dibolehkan untuk sementara waktu pada masa awal Islam, tapi kemudian di-nasakh (dihapus) oleh Rasulullah Saw pada saat Perang Khaibar. Sehingga kawin kontrak hukumnya sejak itu haram sampai Hari Kiamat nanti.

Rasulullah Saw bersabda, ”Wahai manusia, dulu aku pernah mengizinkan kalian untuk melakukan kawin kontrak (mut’ah). Dan sesungguhnya Allah telah mengharamkannya hingga Hari Kiamat. (HR. Muslim).

Ali bin Abi Thalib RA pernah berkata kepada Ibnu Abbas RA, “Pada saat perang Khaibar, Rasulullah Saw melarang kawin kontrak (mut’ah) dan (juga melarang) memakan daging himar (keledai) jinak.” (HR. Bukhari dan Muslim).

(ct7/sis)

Tinggalkan Balasan