banner 325x300
Berita

Kisah Ramzi Umar, Hijrah dari Narkoba Usai Masuk Pesantren Bina Akhlak Cianjur

×

Kisah Ramzi Umar, Hijrah dari Narkoba Usai Masuk Pesantren Bina Akhlak Cianjur

Sebarkan artikel ini
Kisah Ramzi Umar, Hijrah dari Narkoba Usai Masuk Pesantren Bina Akhlak Cianjur
HIJRAH: Ramzi Umar Mustofa, mantan pecandu narkoba yang hijrah usai masuk pesantren Bina Akhlak Cianjur. (Foto: Istimewa)

CIANJURUPDATE.COM, Cianjur – Tak ada kata terlambat untuk berubah. Itulah yang dirasakan Ramzi Umar Mustofa (21) yang kini sudah keluar dari belenggu dunia narkoba. Baginya, masa lalu itu sudah ia kubur dalam-dalam.

Warga asli Kabupaten Subang ini mulai kenal dengan dunia minuman keras sejak 2013 silam. Saat itu, Ramzi yang duduk di bangku SMP dikenalkan pertama kali dengan minuman oplosan oleh kakaknya yang pindah sekolah dari Tangerang.

“Lama kelamaan, pergaulan makin bebas dan gabung ke geng motor dulu. Nah, di situ ada banyak link, jadi dulu sempet ngejualin dan ngedarin narkoba dari sana,” ujar Ramzi kepada Cianjur Update, Senin (28/6/2021).

Saat itu, Ramzi menjual berbagai obat-obatan haram, mulai dari Hexymer, Baret Merah, dan lain-lain.

“Dijualin, hasilnya buat nambah bekel sekolah,” ucapnya.

Ia yang juga aktif bergabung di geng motor itu, tak jarang kerap terlibat tawuran dan aksi-aksi negatif lainnya.

Bahkan karena tawuran, Ramzi pernah tertangkap polisi hingga dikeluarkan dari sekolah alias Drop Out (DO). Ia pun berhenti sekolah selama dua tahun.

“Abis itu, uang kan gak terlalu gede, jadi jarang beli banyak. Soalnya peredaran narkoba di geng itu banyak ya, dulu sempet kalau ngumpulin uang paling 10 kali beli. Akhirnya dari sana juga, saya mulai pake (sabu) juga,” ungkapnya.

Dalam geng motor itu, Ramzi menyebut ada penjual khusus. Apapun permintaannya pasti tersedia, mulai dari berbagai jenis obat-obatan sampai sabu pun ada.

“Pernah juga ketahuan sama orang tua, akhirnya semua obat-obatan itu dibuang,” jelasnya.

Selain sabu, Ramzi juga bercerita pernah memakai narkoba jenis putaw. Bersama dua orang temannya, ia memakai Putaw yang menggunakan jarum suntik.

Ia kerap mendapat giliran pertama. Tanpa berpikir panjang dampak yang akan pada dirinya, ia terus nekad melakukannya. Padahal, risiko terkena penyakit HIV/Aids kemungkinan besar sangat tinggi tertular padanya saat itu.

“Waktu pake putaw, tangan diiket sabuk sampai kenceng banget dan merah. Baru itu obat disuntikin terus ditarik dan masukin lagi sampai tiga kali. Seharian itu bisa gak sadar-sadar, gak inget apa-apa,” terangnya.

Kisah Ramzi Umar, Hijrah dari Narkoba

Ramzi Umar mengaku kehidupannya sangat kacau dan membuatnya kembali pulang ke rumah orang tuanya. Namun karena sang ayah terus mempertanyakan kehidupannya, Ramzi pun kabur ke Jakarta.

“Di Jakarta masih pake obat kayak ectasy. Kalau gak punya uang atau cuma sedikit, ya pake obat warung,” paparnya.

Tubuh Ramzi saat di Jakarta sangat menyedihkan. Badannya kurus kering karena sering memakai obat-obatan dan narkoba. Akhirnya, ia kembali pulang lagi ke Subang bertepatan sang ibu baru pulang dari Timur Tengah.

“Mamah pulang dari Timur Tengah dan nanyain sampai kapan mau begini terus, kalau gini terus, mamah gakan anggap anak,” imbuh Ramzi memperagakan ucapan sang ibu.

Ramzi pun akhirnya dikirim untuk mondok di Pesantren di Gontor, Jawa Timur. Namun, saat itu ia belum memiliki niat bulat untuk berubah dan pergi dari dunia narkoba.

Bahkan, dalam perjalanan selama mondok, ia masih memakai obat-obatan. Akhirnya ia pun dikirim orang tuanya ke Pondok Pesantren Bina Akhlak di Desa Babakankaret, Cianjur.

“Sempet kaget, kok malah dibawa ke Cianjur, ke Pesantren Bina Akhlak ini. Saat awal-awal, masih pake obat, karena niat untuk berhenti juga masih setengah-setengah. Jadi mikirnya masih bisa terus make obat,” tuturnya.

Ramzi mengungkapkan, saat datang ke Ponpes Bina Akhlak ini pada 2015 lalu. Ramzi pun mulai beraktivitas bersama para pecandu lainnya. Ia mengaku awalnya sangat sulit untuk berhenti dan lepas dari kecanduan narkoba.

“Obat susah berhenti, pas di sini pernah juga make, masih nyari-nyari. Bisa berhenti itu, karena udah gak bisa dapet lagi obat. Tapi gak sampe sakau kayak pecandu lain. Karena ada yang sakau itu sampe meninggal,” bebernya.

Ramzi mengungkapkan, yang lebih sulit lagi adalah ketergantungannya terhadap sabu. Ia mengaku, hal itu yang paling sulit untuk ia hentikan.

“Sugestinya kalau liat sabu pasti pengen, susah ngilanginnya kalau sabu, mahal kan. Kalau ada temen, ya kadang minta sedikit-sedikit kalau sekarang bisa berhenti total,” ujarnya.

Di Hari Anti Narkotika Internasional ini, ia berharap para pengedar dan pengguna saat ini bisa berubah. Namun, kuncinya adalah keinginan kuat untuk berubah dan dukungan keluarga.

“Mereka bisa berubah, jika ada kemauan keras untuk berubah. Mereka harus pindah dari lingkungan mereka, pesantren juga belum cukup, karena harus ada kemauan yang kuat,” jelasnya.

Pria yang kini menetap di Cianjur ini mengatakan, para pengguna harus berani keluar dari lingkungan yang membawanya ke dalam lubang narkoba.

“Lingkungan juga, harus berani pindah. Direhab di sini kita benar-benar dilatih untuk bisa lepas dari narkoba dengan berbagai kegiatan positif,” jelasnya.

Ramzi mengaku, kehidupannya kini menjadi lebih baik. Tubuhnya yang kurus kering kini lebih berisi dan mulai menjalankan shalat lima waktu.

“Saat ini kehidupan saya menjadi lebih baik,” tandasnya.(afs/sis)

banner 325x300
banner 325x300

Tinggalkan Balasan