Berita

Kisah Yatim Piatu Bernama Unik Khas Eropa, Dengan Kondisi Hidup Memilukan

×

Kisah Yatim Piatu Bernama Unik Khas Eropa, Dengan Kondisi Hidup Memilukan

Sebarkan artikel ini

CIANJURToday – Enam kakak beradik Yatim Piatu di Kampung Pasirheulang, Desa Sukaluyu, Kecamatan Sukaluyu, Kabupaten Cianjur yang diberi nama unik oleh mendiang ayahnya kini megundang rasa prihatin dengan kondisi hidupnya yang memilukan, semenjak ditinggalkan oleh kedua orangtuanya. Nama unik itu sendiri diketahui merupakan nama-nama negara di Benua Eropa, dan Timur Tengah.

Nama enam kakak beradik asal Sukaluyu ini terdiri dari satu laki-laki dan lima perempuan yaitu, Bosnia Ali Begovic (25), Chechnya Maryam Biyev (20), Iqlima Macedonia (15), Yordania Fatimah Zahra (13), Shafa Arafah Sarajevo (9), dan Salsabila Miralem Rugova (5).

Berdasarkan penuturan anak kedua pasangan Almarhum Saepudin dan Almarhum Soraya, pemberiam nama tersebut diberikan oleh ayahnya yang berprofesi sebagai sopir tembak. Meskipun Saepudin hanya bekerja sebagai sopir tembak, namun wawasannya didapat karena mendiang ayahnya sering membaca buku.

“Walaupun ayah hanya seorang sopir tembak, tapi almarhum sering baca buku sehingga wawasannya luas dan memberikan anak-anaknya dengan nama negara dengan makna tersendiri,” ujar Chechnya kepada Cianjurtoday.com, Jumat (04/01/2019).

Chechnya mengatakan, sewaktu hidup ayahnya selalu meluangkan kesempatan untuk membaca buku. Buku-buku yang dibaca ayahnya adalah ensiklopedia sejarah dunia, dan agama Islam.

“Kalau pulang kerja, ayah selalu bawa buku dari temannya. Kemudian buku itu ia baca dengan serius hingga larut malam,” kata dia.

Menurutnya, masing-masing nama yang pemberian ayahnya mempunyai makna yang dalam. Makna tersebut, mengandung unsur sejarah dari negara yang ada di namanya.

“Misalnya Bosnia. Di Bosnia ada sejarah perjuangan umat muslim dalam kedaulatan negara tersebut, sehingga ayah menyematkan nama negara itu kepada Kakak dengan harapan bisa mempunyai nilai semangat perjuangan pada anak pertama,” sebut Chechnya.

Hidup Mandiri Mengurus Adik-adik yang Masih Bersekolah

Kini, mereka tinggal berlima di rumah peninggalan orangtuanya. Bosnia sebagai kakak pertama, bekerja di Kota Bandung untuk memenuhi kebutuhan adik-adiknya. Sedangkan Chechnya, tinggal di rumah untuk mengurusi ke empat adiknya yang masih bersekolah.

“Iqlima kelas tiga SMP, Yordania kelas satu SMP, Safa kelas tiga SD, dan Salsabila masih belajar di PAUD,” jelas Chechnya.

Sambung Chechnya, kondisi ini sudah dijalaninya sejak ia lulus SMA. Pasalnya, ayahnya Saepudin, meninggal dunia karena penyakit liver. Sejak itu, dia harus menghidupi keempat adiknya, dan mengurus segala kebutuhannya untuk bersekolah.

“Kalau Ibu sudah meninggal lima tahun yang lalu, sesaat sesudah melahirkan adik bungsu Salsabila. Sedangkan ayah meninggal setelah saya lulus sekolah,” ucapnya.

Meskipun hidup mandiri, namun Chechnya mengaku tidak mau menggantungkan harapan kepada oranglain yang merasa iba kepadanya. Ia lebih memilih terus berjuang, dan berdoa kepada tuhan untuk diberikan kekuatan.

“Alhamdulillah ada allah maha baik. Allah selalu menggerakan hati orang-orang untuk mau membantu kami. Meski begitu, tapi kami gak mau mengandalkan kebaikan orang. Kami lebih memilih berdoa untuk menyerahkan segala sesuatunya kepada allah,” ungkapnya.

Padahal, perhari Chechnya harus mengeluarkan uang sebesar Rp50 ribu untuk kebutuhan uang jajan sekolah dan makan di rumah adik-adiknya.

“Iya semua yang sekolah diberi bekal sebesar Rp5 ribu. Sisanya resiko dapur untuk makan siang dan malam,” katanya.


Tidur Satu Kasur Berlima Ditutupi Kelambu

Di rumah berukuran 90 meter persegi, hanya terdapat satu kasur ditutupi kelambu besar. Kasur tersebut diisi berlima kakak beradik itu. Mereka membatasi posisi tidur agar yang lain kebagian ruang, untuk bisa beristirahat.

“Alhamdulillah ada beberapa waktu lalu ada yang memberi kami rejeki. Lalu kami belikan kasur lantai, dan kelambu. Kenapa pakai kelambu karena di sini banyak nyamuk,” kata Chechnya.

Biarpun hidup dalam kondisi seperti ini, Chechnya masih mempunyai mimpi. Setelah adik-adiknya tumbuh besar nanti, ia berharap bisa melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi.

“Mimpinya saya kepingin kuliah. Dengan kuliah, saya bisa menimba ilmu sebanyak-banyaknya dan bekerja di tempay layak untuk bisa membahagiakan semua adik-adik,” tuturnya.

Kini, mereka tinggal berlima di rumah peninggalan orangtuanya. Bosnia sebagai kakak pertama, bekerja di Kota Bandung untuk memenuhi kebutuhan adik-adiknya. Sedangkan Chechnya, tinggal di rumah untuk mengurusi ke empat adiknya yang masih bersekolah.

“Iqlima kelas tiga SMP, Yordania kelas satu SMP, Safa kelas tiga SD, dan Salsabila masih belajar di PAUD,” jelas Chechnya.

Sambung Chechnya, kondisi ini sudah dijalaninya sejak ia lulus SMA. Pasalnya, ayahnya Saepudin, meninggal dunia karena penyakit liver. Sejak itu, dia harus menghidupi keempat adiknya, dan mengurus segala kebutuhannya untuk bersekolah.

“Kalau Ibu sudah meninggal lima tahun yang lalu, sesaat sesudah melahirkan adik bungsu Salsabila. Sedangkan ayah meninggal setelah saya lulus sekolah,” ucapnya.

Meskipun hidup mandiri, namun Chechnya mengaku tidak mau menggantungkan harapan kepada oranglain yang merasa iba kepadanya. Ia lebih memilih terus berjuang, dan berdoa kepada tuhan untuk diberikan kekuatan.

“Alhamdulillah ada allah maha baik. Allah selalu menggerakan hati orang-orang untuk mau membantu kami. Meski begitu, tapi kami gak mau mengandalkan kebaikan orang. Kami lebih memilih berdoa untuk menyerahkan segala sesuatunya kepada allah,” ungkapnya.

Padahal, perhari Chechnya harus mengeluarkan uang sebesar Rp50 ribu untuk kebutuhan uang jajan sekolah dan makan di rumah adik-adiknya.

“Iya semua yang sekolah diberi bekal sebesar Rp5 ribu. Sisanya resiko dapur untuk makan siang dan malam,” katanya. (riz)

Tinggalkan Balasan