Opini

Langkah-langkah Islam dalam Mengatasi Bencana

×

Langkah-langkah Islam dalam Mengatasi Bencana

Sebarkan artikel ini
Gempa bumi Cianjur
Foto: Doc Cianjur Update

CIANJURUPDATE.COM, – Indeks Risiko Dunia (The World Risk Index) 2022 menobatkan Indonesia sebagai negara dengan risiko bencana tertinggi ketiga dari 193 negara, dengan skor 41,46.

Di Jawa Barat, tepatnya Kabupaten Cianjur, kabar terkini dan sangat menarik perhatian masyarakat adalah bencana gempa bumi.

Namun, adanya beberapa studi menyebutkan, membuat penulis terheran-heran. Dikatakan perempuan sebagai salah satu kelompok yang termarginalisasi secara struktural, adalah yang paling terdampak dan menghadapi tantangan paling berat untuk dapat memulihkan kehidupan mereka pascabencana.

Salah satu dampak yang dihadapi adalah Kekerasan Berbasis Gender (KBG). Perempuan lebih rentan menjadi korban akibat adanya relasi gender yang timpang.

Namun, benarkah dampak buruk bencana hanya dialami perempuan?

Dampak Buruk Bencana

Alam yang tunduk pada ketentuan ilahi, keteraturan ciptaan-Nya, hari ini kembali membuka mata hati, membuka aib kelalaian sistem demokrasi.

Kematian massal terus terjadi sepanjang catatan sejarah gempa. Tercatat hingga Ahad (27-11-2022) lalu, gempa bumi cianjur setidaknya memakan korban 321 jiwa, ribuan lain cedera, dan banyak orang tinggal di pengungsian yang seadanya.

Ratusan korban yang meninggal tertimpa bangunan serta puluhan yang hilang tertimbun tanah longsor dan puing bangunan adalah akibat pemerintah kurang bertindak cepat.

Banyak yang menjadi korban adalah mereka yang tertimpa runtuhan bangunan. Hal itu disebabkan, konstruksi bangunan rumah dan fasilitas umum, seperti sekolah tidak didesain untuk menghadapi kondisi darurat gempa.

Bahkan jika diperhatikan, tidak hanya konstruksi bangunan saja, juga bangunan rumah yang dihuni kebanyakan penduduk di area gempa dari segi keseluruhan fisik bangunan memang jauh dari standar tahan gempa.

Fasilitas kesehatan di lokasi bencana juga jauh dari memadai dan diperparah lagi oleh sekat-sekat kekuasaan desentralisasi. Sehingga penanganan medis tidak maksimal. Korban meninggal pun terus berjatuhan.

Kondisi tempat pengungsian juga tidak kalah memprihatinkan. Kurang layak dan tidak manusiawi. Mulai dari terbatasnya logistik hingga tenaga medis dan obat-obatan. Selain itu, pihak medis kesulitan menangani korban karena listrik masih mati.

Seharusnya tidak ada keterlambatan penanganan semisal tempatnya sulit dijangkau dan ketiadaan alat-alat berat atau kekurangan dana. Ini karena dengan kekuasaan dan kewenangan yang dimiliki di tengah berbagai kemajuan teknologi dan potensi sumber daya manusia, semua itu sesungguhnya bisa diatasi oleh pemerintah dengan segera.

Pemerintah juga hendaknya mengedukasi penduduk dan memberikan bantuan langsung kepada penduduk yang tidak mampu serta memantaunya secara berkala, memastikan kondisi tempat tinggal penduduk benar-benar aman bila sewaktu waktu datang gempa.

Buah Pahit Sekularisme

Jika kita perhatikan, dampak buruk bencana ini faktanya bukan hanya dialami oleh perempuan saja tapi semua korban. Jadi, amatlah keliru jika ada yang mengaitkannya kepada Kekerasan Berbasis Gender.

Gempa bumi Cianjur sebetulnya menunjukkan kepada kita akan buah pahit kelalaian negara secara berkelanjutan dan cacat bawaan sistem kehidupan sekularisme-kapitalisme hari ini, khususnya sistem politiknya, yakni sistem demokrasi.

Bagaimanapun sistem demokrasi dari sisi manapun termasuk model kekuasaan dan fungsinya hanya sebagai regulator yang pada akhirnya benar-benar akan memperpanjang penderitaan masyarakat.

Memang benar gempa bumi adalah bencana alam dan peringatan dari Allah SWT,. namun itu ada di wilayah yang menjadi ranah upaya manusia. Artinya, ini adalah tragedi akibat tidak diterapkannya syariat Allah SWT,. Allah berfirman dalam QS Ar-Rum ayat 41.

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

“Telah tampak kerusakan di daratan dan di lautan akibat perbuatan tangan (kemaksiatan) manusia supaya Allah menimpakan kepada mereka sebagian akibat perbuatan (kemaksiatan) mereka itu agar mereka kembali (ke jalan-Nya).”

Negeri ini butuh kepemimpinan politik yang berkarakter pelindung dan pelayan masyarakat berikut sistem politik yang selaras dengannya. Sebagaimana sabda Nabi SAW., dalam riwayat Bukhari bahwa imam (khalifah) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang ia urus.

Langkah-langkah Mengatasi Bencana

Di dalam sistem Islam, negara akan menempuh kebijakan di hulu maupun di hilirnya. Kebijakan di hulu, antara lain yaitu dengan menyiapkan sumber daya manusia yang handal lagi terlatih dan dilengkapi dengan alat-alat yang canggih dalam penanganan korban bencana.

Negara juga akan memberikan edukasi kepada rakyat mengenai bangunan seperti apa yang tahan gempa. Bukan hanya sekadar edukasi, tetapi juga akan menjamin tersedianya bahan-bahan bangunan untuk keperluan membangun bangunan tahan gempa tersebut dengan harga yang murah, sehingga bangunan yang tahan gempa bisa terealisasi secara mudah.

Ketika terjadi gempa, bangunan yang telah dibangun sudah mampu menahan gempa, tidak runtuh dan ini tentu mencegah adanya korban jiwa saat gempa itu datang.

Selanjutnya, akan melakukan tata ruang dan pembangunan kota yang dapat memudahkan penanganan ketika terjadi bencana. Menata pemukiman penduduk maupun bangunan lain secara keseluruhan agar tindakan evakuasi dapat berlangsung cepat.

Lalu kebijakan di hilir yang akan dilakukan antara lain menangani korban bencana dengan bertindak cepat, dan akan melibatkan seluruh warga yang dekat dengan daerah bencana.

Menyediakan tenda, makanan, pakaian, penerangan, serta obat-obatan yang layak agar korban tidak merasakan kesakitan akibat penyakit, kekurangan makanan, atau tempat istirahat yang tidak memadai.

Selain itu, akan menyediakan anggaran untuk menghadapi bencana yang bisa dikeluarkan dari pos zakat, kekayaan milik umum, maupun yang lainnya.

Dengan demikian, negara akan bisa bertindak cepat tanpa menunggu uluran tangan dari masyarakat.

Wallahu a’lam bishshawab.

Tinggalkan Balasan