Opini

Makna dan Fungsi Konstruksi Bangunan Leuit di Kampung Budaya Padi Pandanwangi Cianjur

×

Makna dan Fungsi Konstruksi Bangunan Leuit di Kampung Budaya Padi Pandanwangi Cianjur

Sebarkan artikel ini
Makna dan Fungsi Konstruksi Bangunan Leuit di Kampung Budaya Padi Pandanwangi Cianjur
Foto: Istimewa

Berhubungan dengan aktivitas menyimpan atau “bank” masyarakat Sunda menempatkannya dalam pola tritangtu atau pola tiga. Terdapat dua “bank” Sunda, yakni bank personal atau pribadi yakni yang ada di rumah yakni goah. Selain itu, terdapat satu lagi nak yaitu bank sosial yakni di lumbung (leuit) kampung.

Leuit menjadi bank penyimpanan kedua untuk menyimpan padi yang didirikan di setiap kampung. Leuit ini digunakan untuk kepentingan bersama, apabila sebuah keluarga kekurangan bahan makanan pokok. Selan itu, juga bisa menjadi cadangan untuk benih padi di ladang.

Pada masyarakat Sunda umumnya, leuit berada di bagian hulu bersebrangan dengan saung lisung (rumah penumbuk padi) dan di tengahnya terdapat balai kampung. Saung lisung bernilai laki-laki, karena tempat menumbuk padi yang berarti konsumsi. Leuit sebagai penyimpanan.
Leuit seperti halnya doah, merupakan kategori perempuan, berarti dari langit, surgawi, berkah, dunia atas. Langit adalah pemberi kehidupan, pemberi hujan untuk huma, dan memberi berkah bagi manusia. Sedangkan padi sendiri adalah tubuh dari Dewi Dri Nyi pohaci, makhluk dari dunia atas.

Apa Itu Leuit?

Leuit atau lumbung padi adalah sebuah tempat untuk menyimpan hasil panen yang masih berbentuk padi. Bangunan ini hanya memiliki satu pintu kecil untuk memasukkan dan mengeluarkan padi. Padi di dalamnya biasanya sangat awet dan dapat disimpan hingga lima tahun.

Wujud fisiknya, leuit hanyalah sebuah bangunan yang sangat sederhana, baik bentuk, bahan bangunan, maupun teknologi pembuatannya. Akan tetapi dibalik itu, ternyata terdapat seperangkat pranata sosial budaya serta konsep-konsep ideasional masyarakat pemiliknya yang mencerminkan bentuk masyarakat bagaimana yang diidamkan oleh masyarakat. Dengan kata lain dalam fenomena leuit tersirat sistem nilai budaya (cultural value sistem) masyarakatnya. Itu pula sebabnya kenapa fenomena leuit ini masih tetap bertahan dan dipertahankan oleh masyarakat pendukungnya hingga kini.

Menurut sejarahnya, leuit sudah ada jauh sebelum sistem pertanian sawah dikenal di daerah Jawa Barat, yaitu ketika masyarakat Sunda masih menggunakan sistem pertanian huma (ladang). Di kalangan masyarakat pedesaan khususnya masyarakat adat dan masyarakat kampung adat terdapatnya banyak leuit. Hampir setiap penduduk memiliki leuit. Keberadaan leuit menjadi bagian utama dari kehidupan mereka sebagai masyarakat petani.

Pada umumnya keberadaan leuit pada komunitas adat, sangat berkaitan dengan sistem kepercayaan mengenai mitos Dewi Sri atau Nyi Pohaci. Selain itu, padi hasil panen tidak bisa langsung diolah menjadi beras (harus melalui suatu proses, seperti penjemuran, penumbukkan) sehingga diperlukan suatu tempat yang dapat menampung dengan baik dan aman.

Pada masyarakat komunitas adat terutamanya, padi yang disimpan di leuit menyebabkan leuit tidak hanya berfungsi sebagai “gudang” tempat penyimpanan padi melainkan menjadi suatu yang lebih penting dalam tahapan aktivitas pertanian mereka. Hal ini dapat dilihat dari adanya adat kebiasaan yang berkaitan dengan leuit. Kaidah adat selain sebagai suatu usaha untuk mempertahankan hubungan kekerabatan dengan para nenek moyang (karuhun), juga memperkuat hubungan antar sesama warga dengan solidaritas kelompok yang terbina setia saat.

Dari hasil observasi lapangan dan wawancara yang penulis lakukan di Kampung Budaya Padi Pandan Wangi lokasinya berada di Jalan Jambudipa, Kampung Mekarwangi, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur. Sebuah objek studi wisata mengenai pertanian Padi Pandanwangi yang menjadi khas Kabupaten Cianjur. Di lokasi tersebut terdapat bangunan leuit yang tentunya tidak bisa dipisahkan dari Padi. Terdapat 6 bangunan leut berukuran sedang dan satu bangunan leuit berukuran besar.

Penulis mendapatkan beberapa informasi dari Pengelola tempat Kampung Budaya Padi Pandanwangi, Sopiudin (51th) meyampaikan pembangunan leuit berukuran sedang dan besar ini merupakan sebagai contoh dan gambaran bagi
masyarakat yang berkunjung.

“Bangunan lumbung padi (leuit) ada yang berukuran sedang dan ada yang kecil, itu sebagai contoh pengunaan leuit pada masyarakat jaman dahulu. Lumbung padi biasanya dimiliki oleh setiap pemilik rumah. Jaman dulu padi sisa makan itu disimpannya di lumbung padi.” Ucapnya saat diwawancara pada Sabtu (07/03/2020) lalu.

Bentuk bangunannya yang sama seperti leuit pada umumnya, namun ada bangunan leuit yang mengunakan kaki dan ada pula yang tidak. Namun, hasilnya leuit yang tidak menggunakan kaki lebih kokoh dari pada yang menggunakan kaki. Karena tumpuan bangunan yang tidak menggunakan kaki langsung menempel pad tatapakan. Tatapakan sendiri merupakan batu yang di buat menjadi kotak persegi, penggunaannya jumlah yang dipakai pun tergantung ukuran leuit yang dibangun.

“Ada yang mengunakan kaki ada yang tidak langsung menempel ke tatapakan. Ternyata yang tidak menggunkan kaki lebih kuat dan kokoh. Sekrang masyarakat sudah tidak lagi menggunakan leut, oleh karenanya kampung budaya padi pandanwangi membangun leuit ini sebagai objek pengetahuan dan pembelajaran masyarakat dan generasi sekarang yang tidak mengalami pengunaan pandan wangi tersebut.” Ucapnya

Pembangunan leuit di Kampung Budaya Padi Pandan Wangi tidak sepenuhnya tradisional seperti halnya leuit pada masyarakat sunda zaman dulu. Pembangunan leuit mengunakan bahan bahan dari pemborong dan pembuatannya pun mengunakan paku. Bangunan terdiri dari Injuk sebagai atap dengan dilapisi seng dibawahnya. Menggunakan anyaman bambu atau bilik sebagai dindingnya. Mengunakan kayu-kayu sebagai kerangka bangunan dan alasnya mengunakan papan. Serta menggunkana tatapakan disetiap sudut serta bagian tengahnya.

“Pembangunan leuit tidak sepenuhnya tradisional, leuit di kampung budaya pandan wangi ini mengunakan paku. Bahan-bahan pembagunan , jika dulu memang dari daerah setempat. Namun leuit disini bahan-bahannya tergantung pemborong atau pembangun.” Sampainya kepada saya.

Arsitektur bangunan leuit sendiri memiliki karakteristik yang berbeda dari bangunan lainya. Dan memiliki fungsi tersendiri, seperti posisi pintunya yang berada diatas selain menghindari dari tikus juga mempermudahkan pengambilan padi yang ditumpuk didalamnya. Karena jika pintunya berada di bawah, saat kita menggambil padi dari pintu otomatis padi yang posisinya di atas akan berhamburan. Selain itu, pengunaan tatapakan untuk memberikan jarak antara dasar leuit dan tanah sehingganya kolong dibagian bawah berfungsi agar padi terhindar dari kelembapan dan basah dari tanah jika terjadi hujan.

“Fungsi pintunya yang ada diatas adalah mempermudah pengambilan padi, karena jika dibawah maka padi yang disimpan akan berceceran. Mengunakan kolong untung menghindari kelembapan suhu atau basahnya tanah,” pungkas Sopiudin.

Arsitektur Bangunan Leuit Pada Umumnya

Bentuk bangunan leuit pada komunitas adat tidak terlepas dengan alam lingkungannya. Oleh karenanya,bangunan leuit ini hampir sama dengan bentuk rumah orang Sunda yang tinggal di pegunungan, yaitu panggung. Bentuk bangunan panggung dimaksudkan padi yang berada di dalamnya agar tidak cepat basah/lembab karena adanya sirkulasi udara di bawah bangunan leuit, (kolong leuit) bisa menghangatkan melalui celah-celah dadampar. Selain itu, bentuk leuit yang panggung ini pada mulanya dimasudkan agar tidak diganggu oleh hewan liar,seperti bagong (sus vitasus).

  1. Atap

Bentuk atap leuit adalah salah satu bentuk atap susuhunan panjang yang biasa disebut dengan atap garuda ngupuk, yaitu pertemuan kedua belah atap kiri-kanan badan leuit menutupi lebih panjang rumah, sehingga ujung atap rendah dari tanah dan puncak atap membentuk sudut yang lancip. Atap leuit ini biasanya terbuat dari injuk atau kiray.
Menurut Heinz Frick (1988), atap dari injuk mempunyai sifat sifat tahan terhadap air serta tahan lama sampai lebih kurang 10 tahun. Konstruksi atap leuit merupakan pelana dengan kemiringan atap 57°. Sebagai penitup atap digunakan daun kirai Rumbai dan injuk.

Daun kirai dijadikan atap lapisan pertama, kemudian dilapisi injuk dibagian luarnya. Namun jika ketersediaannya terbatas, terkadang injuk hanya dijadikan tambahan pada bangunanan. Atap sejenis rumbai adalah termasuk material ringan yang memiliki berat sekitar 10kg/m². dengan ukuran atap kira-liara 150X50 cm, sebagai pengikat kontruksi atap digunakan tali dari bamboo/rotan atau injuk.

  1. Gordin

Gording pada konstruksi bangunan memiliki fungsi sebagai penyangga penutup atap. Atap kirai dipasang pada gording dengan jarak antara gording 94cm. terdapat banyak macam bamboo atau kayu yang digunakan. Dalam desain gordin perlu diperhatikan beban-beban yang bekerja pada batang gording. Beban tersebut antara lain beban mati, yaitu berat penutup atap, berat gording dan muatan angin, sedangkan beban hidup adalah berat seorang pekerja beserta peralatannya.

  1. Dinding

Rangka dinding ruang penyimpanan untuk ke empat sisinya terdiri dari tiang tengah dan palang palang yang berfungsi untuk menempelkan bilik dari bagian dalam. Pemasangan bilik dilakukan dari bagian dalam dengan tujuan untuk menjadikan permukaan ruang penyimpanan relatif rata. Pada sisi tihang dan cangkok handap biasanya ditempel dengan palipit yang berfungsi memperkuat bilik dari gangguan hama tikus. Bentuk bangunan leuit yang menurut istilah lokal adalah bentuk sikat (seperti wadah) dan bentuk atap yang lancip menyebabkan air hujan yang jatuh tidak akan membasahi dinding leuit bagian bawah.

  1. Lantai

Dadampar (lantai) yang merupakan bagian penyangga beban padi yang disimpan di leuit, mempunyai konstruksi rangka yang cukup kuat dan kokoh dengan pemasangan dua balok bantalan tengah memanjang dari depan ke belakang (pameot) serta dua balok bantalan tengah yang memanjang dari kiri ke kanan (cangkok handap). Selain itu, ditambah dengan dua buah balok bantalan yang berada di tengah- tengah (pananggeuy) yang diperkuat oleh dua buah batu (deudeul) di tengah-tengah panangeuy. Dadampar (lantai leuit yang terbuat dari papan kayu) sebagai penutup lantai dipasang menumpang pada cangkok handap, pameot, dan pananggeuy memanjang dari depan ke belakang. Dipasang cukup rapat sehingga tidak terdapat celah di antaranya.

  1. Kolong

Bagian terbawah leuit disangga dengan umpak untuk meneruskan beban bangunan leuit dan beban padi yang disimpan di leuit ke tanah. Selain itu, bagian umpak ini dimaksudkan agar bagian tiang tidak bersentuhan dengan tanah sehingga tiang kayu tidak terkena rinyuh (hama kayu). Semua material bangunan leuit pada bagian ruang penyimpanan ini menggunakan kayu yang kemudian dipoles dengan kapur cikur yang dimaksudkan agar kayu tidak cepat rapuh oleh rinyuh (hama kayu).

  1. Tatapakan

Berat bangunan lumbung secara keseluruhan didukung oleh pondasi. Pondasi yang digunakan berupa batu yang berbentuk pipih atau persegi dengan permukaan datar yang berfungsi sebagai alas penyangga tiang laintai disebut tatapakan. Tiang lumbung lansung menumpu kepondasi tanpa disambung dan tatapakan tersbut langsung meneruskan beban ke tanah. Ukuran pondasi tidak memiliki nilai yang tetap karena biasanya menyesuaikan dengan bangunan leuitnya sendiri dan batu yang ada. Oleh karena itu, ukuran batu kali yang digunakan sebagai tatapakan diasumsikan berdiameter kira-kira 30cm dengan ketebalan kira-kira 15cm. jumlah tatapakan disesuaikan dengan kolom yaitu bisa 8 atau bahkan lebih.

Proses Penyimpanan Padi Di Leuit

Penyimpanan Padi di Leuit Gabah-gabah padi yang disimpan di lumbung padi utamanya berupa ikatan-ikatan padi yang telah dikeringkan sebelumnya dengan dijemur terik matahari di batangbatang bambu (lantayan) di pingiran dangau ladang (saung huma) atau pinggiran kampong. Cara penyimpanan poconganpocongan padi gabah di dalam leuit tidak dilakukan secara sembarangan, tetapi harus mengikuti tradisi para orang tua terdahulu, dan diwariskan secara turun-temurun.

Tata cara penyimpanan padi gabah yang lazim dilakukan oleh masyarakat Baduy sebagai berikut, Leuit baru sebelum diisi ikatan-ikatan padi gabah, bagian lantainya ditutupi oleh daun-daun teureup (Ficus elastica Roxb) dan daun patat (Phrynium pubinerve Bl),sehingga penuh tertutup daun tanpa ada celah-celah lantai yang tidak tertutupi daun. Hal tersebut sangat penting antara lain guna menjaga temperatur ruangan leuit menjadi hangat, mengingat tidak ada celah-celah udara masuk dari luar melalalui lantai leuit. Kemudian, usai lantai leuit dilapisi daun teureup dan daun patat, pocongan-pocongan padi gabah kering dimasukan, dengan tatacaranya sebagai :

Pertama, menyimpan padi pada lapisan pertama dengan teknik tajur pinang, pocongan-pocongan padi disimpan dengan disusun (dientep) cara diagonal, ikatan-ikatan padi gabah ditumpuk disusun mengelilingi, sehingga antar batang-batang padi bertemu di tengah. Hal tersebut dimaksudkan agar pocong-pocongan padi dapat tersimpan banyak di dalam leuit, guna menyimpan padi pada lapisan dua dan seterusnya hingga bagian atasnya.
Kedua lapisan kedua dan seturusnya menggunakan teknik gilir naga, yaitu tumpukan-tumpukan padi disimpan searah jarum jam, memutar sekeliling ruang pinggir leuit hingga tengah leuit, seperti ular menggulung, hingga ke atas memenuhi leuit.

Menyusun pocongan padi berlawanan dengan arah jarum jam biasanya disebut pula sebagai mapag naga. Maka, dengan penataan menyimpan padi seperti gulungan ular tersebut, menyebabkan tiap lapisan padi tidak terlalu rapat, agar ada celah untuk sirkulasi udara di dalam leuit, sehingga kelembaban udara dalam lumbung padi terjaga dengan baik dan stabil.

Selain itu, untuk ikatan padi gabah khusus yang dipanen di bagian tengah ladang, tempat upacara tanam padi atau panen padi (daerah pungpuhunan) atau disebut indung pare sebanyak 2 ikat padi disimpan di bagian tengah leuit. Sementara itu, di dekat pintu leuit juga disimpan 2 ikat (pocong) padi,sebagai simbolik penjaga pintu (jaga panto) leuit. Berdasarkan tradisi masyarakat Baduy, keempat ikat padi tersebut tidak boleh ditumbuk dijadikan jadi beras dan ditanak.

Berbeda dengan pocongan padi di leuit, untuk padi bahan benih untuk ditanam di ladang pada tahun berikutnya, biasanya disimpan terpisah, seperti disimpan di dalam rumah ataupun disimpan dalam kotak kayu di kamar rumah. Padi-padi untuk bahan benih biasanya dipanen secara khusus,dengan dipilih yang berisi dan seragam dari setiap varietas (huasan)nya, dan disimpan secara terpisah bagi tiap varietasnya (dialean). Di antara berbagai varietas padi ladang, dikenal 3 huasan yang dianggap sakral, yaitu pare koneng, pare siang, dan pare ketan langgasari. Ketiga huasan padi tersebut merupakan wajib ditanam di ladang-ladang masyarakat Baduy, serta ditambah pula minimal 2 varietas padi lainnya untuk penyelangnya karena varietas padi sakral tidak boleh bersinggungan satu satu sama lainnya pada petak ladang. Oleh karena itu, pada setiap petak ladang umumnya ditanami keanekaan varietas padi yang tinggi, gabungan dari varietas padi sakral dan varietas non-padi sakral.

Fungsi Leuit

  1. Fungsi utama leuit adalah tempat penyimpanan gabah (padi yang sudah kering). Namun demikian leuit yang kental dengan kehidupan masyarakat petani pedesaan memiliki fungsi lain, yaitu fungsi sosial, fungsi ritual, dan fungsi ekonomi.
  2. Fungsi sosial, leuit sangat berperan ketika masyarakat mengalami masa paceklik atau kekurangan pangan. Saat itu leuit berperan dalam memenuhi katersediaan bahan pangan bagi masyarakat setempat. Warga yang kekurangan bisa meminjam kepada leuit adat, kelak setelah panen warga yang berutang akan mengembalikan padi pinjamannya ke leuit.
  3. Fungsi ritual, berkaitan dengan keberadaan leuit yang berperan dalam menjaga adat istiadat dalam konteks kebudayaan setempat. Misalnya, dalam kepercayaan setempat Dewi Sri atau Nyi Pohaci diyakini sebagai Dewi Padi yang harus disikapi dan diperlakukan secara istimewa.
  4. Fungsi ekonomi, leuit oleh masyarakat dijadikan tempat untuk menyimpan padi, adakalanya padi dibiarkan sebagai tabungan. Setelah lebih dari satu tahun, padi kemudian dikeluarkan dan dijual. Hasilnya digunakan untuk berbegai keperluan yang mendesak dan sangat penting.

Bangunan leuit atau memiliki nama lain sebagai lumbung padi memiliki makna yang cukup luas bagi masyarakat sunda. Dengan arsitekturnya yang khas bangunan leuit memiliki fungsi sebagai tempat penyimpanan gabah padi. Namun selain itu, leuit juga mengandung fungsi sosial, ekonomi dan ritual. Disamping hal itu, penelitian lapangan yang saya lakukan di Kampung Budaya Padi Pandanwangi yang berlokasi di Jalan Jamudipa, Kampung Mekarwangi, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur. Leuit tersebut memiliki tujuan pembanguna yang berbeda dari leuit pada umumnya. Yakni lebih pembangunnanya yang dilakukan oleh pemerintah lebuh memfokuskan pada pengajaran dan contoh terhadap generasi sekarang akan bangunan leut zaman dahulu yang digunakan masyarakat sunda yang mungkin tidak sempat mereka alami pengunaannya di era sekarang.(*)

Tinggalkan Balasan