Nasional

Masuk Tindakan Pelanggaran HAM, Menteri PPPA: Orangtua Tidak Boleh Menikahkan Anak pada Usia Dini

×

Masuk Tindakan Pelanggaran HAM, Menteri PPPA: Orangtua Tidak Boleh Menikahkan Anak pada Usia Dini

Sebarkan artikel ini
Masuk Tindakan Pelanggaran HAM, Menteri PPPA: Orangtua Tidak Boleh Menikahkan Anak pada Usia Dini
PELANGGARAN: Menteri PPPA menegaskan bahwa perkawinan anak merupakan salah satu bentuk tindak kekerasan terhadap anak yang melanggar HAM. (Foto: Istimewa)

CIANJURUPDATE.COM, Jakarta – Maraknya kasus pernikahan anak yang terjadi di tanah air, membuat Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), I Gusting Ayu Bintang Puspayoga angkat suara. Ia meminta para orang tua menyadari agar tidak boleh menikahkan anak-anaknya pada usia dini.

Selain itu, lanjutnya, perkawinan anak merupakan salah satu bentuk tindak kekerasan terhadap anak yang melanggar hak asasi manusia (HAM).

“Karena hak anak adalah bagian dari HAM, maka perkawinan anak juga bentuk pelanggaran HAM,” ujar Bintang dalam Seminar Pendewasaan Usia Perkawinan Untuk Peningkatan Kualitas SDM Indonesia, yang disiarkan dalam Youtube Kementerian PPPA, dikutip Cianjur Today, Jumat (19/3/2021).

Bintang mengatakan, anak yang dipaksa menikah atau karena kondisi tertentu harus menikah di bawah usia 18 tahun akan memiliki kerentanan yang lebih besar. Baik dalam akses pendidikan, kualitas kesehatan, potensi mengalami tindak kekerasan, serta hidup dalam kemiskinan.

“Dampak perkawinan anak tidak hanya akan dialami oleh anak yang dinikahkan. Namun juga akan berdampak pada anak yang dilahirkan serta berpotensi memunculkan kemiskinan antar generasi,” ucapnya.

Dia menjelaskan bahwa data menunjukkan bayi stunting terlahir dari ibu yang masih berusia anak. Menurutnya, hal itu yang mendasari pemerintah merevisi Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 menjadi Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019.

“Perubahan usia minimum perkawinan tidak hanya ditingkatkan bagi perempuan, tetapi juga telah mengakomodasi prinsip kesetaraan dan juga bentuk afirmasi yang progresif yaitu 19 tahun baik bagi laki-laki maupun perempuan,” ungkapnya.

Bintang menyebut, masih banyak persoalan yang dihadapi oleh pemerintah terkait tingginya praktik perkawinan anak di Indonesia. Menurutnya, banyak orang tua yang belum memahami dampak dari pernikahan dini yang akan meninggalkan generasi yang lemah dan merugikan banyak pihak.

“Perkawinan anak yang tinggi akan menggagalkan banyak program yang dicanangkan oleh pemerintah. Baik itu indeks pembangunan manusia maupun tujuan pembangunan berkelanjutan atau sustainable development goals, serta akan berdampak pada bonus demografi,” paparnya.

Sebelumnya juga beredar luas kasus video asusila Parakan 01 di Kecamatan Jawilan, Kabupaten Serang, Banten yang membuat geger masyarakat karena dilakukan oleh dua orang pelajar yang masih duduk di bangku SMP.

Kedua orangtua pelaku pun awalnya akan menikahkan keduanya, namun karena banyaknya pertimbangan dan masih berstatus pelajar, pernikahan usia dini keduanya pun akhirnya dibatalkan.(sis/bbs)

Tinggalkan Balasan