banner 325x300
Nasional

Rencana Pemerintah Impor Beras 1 Juta Ton Ditolak Banyak Pihak, Begini Penjelasan Mendag

×

Rencana Pemerintah Impor Beras 1 Juta Ton Ditolak Banyak Pihak, Begini Penjelasan Mendag

Sebarkan artikel ini
Rencana Pemerintah Impor Beras 1 Juta Ton Ditolak Banyak Pihak, Begini Penjelasan Mendag
DITOLAK: Rencana pemerintah terkait impor beras sebanyak 1 juta ton ditolak sjumlah pihak karena dinilai akan merugikan petani. (Foto: Istimewa)

CIANJURUPDATE.COM, Jakarta – Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi membeberkan bahwa rencana impor beras 1 juta ton merupakan strategi pemerintah melawan spekulan dan pedagang terkait harga beras.

Selain mengintervensi jumlah stok pangan di pasar, ia menyebut tugas pemerintah lainnya adalah menciptakan stabilitas harga. Apabila stok mencukupi namun harga terus naik, maka pemerintah harus melakukan intervensi.

Menurut Lutfi, importasi merupakan mekanisme pemerintah untuk mengintervensi pasar, meski telah ditetapkan kuota impor 1 juta ton, tapi belum tentu akan dibuka keran impor sebanyak itu.

“Pokoknya saya ingatkan ini adalah mekanisme pemerintah, bukan berarti kami menyetujui suatu jumlah untuk impor serta merta itu diharuskan impor segitu. Tidak,” jelas Lutfi, Jumat (19/3/2021).

Sementara itu, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menegaskan kebijakan impor beras 1 juta ton baru bersifat penugasan pemerintah. Belum ada realisasi kebijakan impor beras.

Hal tersebut disampaikannya dalam rapat kerja (raker) dengan Komisi IV DPR RI. Dalam raker, ia didesak untuk mengambil sikap menyetujui atau menolak rencana impor.

“Jujur, ingin saya katakan dalam forum ini bahwa rencana impor itu baru dalam wacana dan saya sama sekali belum melihat ada keputusan yang pasti terhadap itu,” ujarnya pada Kamis (18/3/2021).

Di kesempatan itu, Ketua Komisi IV DPR RI Sudin menyanggah sekaligus menyebut bahwa pekan depan pemerintah akan merealisasikan keputusan lewat penandatanganan MoU.

Syahrul mengaku tak tahu-menahu soal hal tersebut. Dia mengatakan Kementan tidak memiliki legal standing untuk menolak rencana itu, sebab impor ditugaskan kepada Perum Bulog, bukan Kementan.

Pihaknya, lanjut Syahrul, bertugas memastikan stok pangan, termasuk beras, aman hingga periode lebaran mendatang.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) dan catatan Kementan, stok beras hingga Mei mencukupi, bahkan surplus. Dia memperkirakan beras surplus 12,56 juta ton, akumulasi dari hasil panen daya Maret-April.

Walau memastikan stok beras dalam negeri mencukupi kebutuhan, ia mengatakan tidak bisa dengan gamblang menolak atau mendukung kebijakan. Karena hal yang dapat dipastikan olehnya adalah mengutamakan penyerapan gabah petani dalam negeri.

“Pelibatan langsung ke Kementan, penolakan saya tidak memiliki legal standing, saya minta maaf,” jawabnya.

Dalam kesimpulan raker itu, Komisi IV DPR RI menyatakan penolakan wacana impor beras. Diwakilkan oleh Sudin, ia menyebut dampak impor akan langsung berimbas ke harga petani dalam negeri. Oleh karena itu, ia mendesak pemerintah mencabut kebijakan impor beras.

“Ini enggak main-main, dampaknya sangat besar sekali. Begitu ada informasi akan impor beras, terjadi gejolak harga di tingkat petani,” paparnya.

Sementara itu, sejumlah kepala daerah dan pimpinan di DPR menolak keras atas rencana pemerintah untuk melakukan impor beras 1 juta hingga 1,5 juta ton dari negara lain. Pasalnya, rencana tersebut berpotensi merugikan para petani tanah air yang harus bersaing harga pada konsumen.

Penolakan pertawa dikemukan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil. Menurutnya, saat ini Jawa Barat tercatat surplus beras hingga 322 ribu ton hingga April 2021.

Ia menyebut, jika kebijakan impor beras terealisasi, maka hal tersebut akan merugikan para petani di Jawa Barat. Berbeda jika kondisi di lapangan kekurangan beras, pemerintah daerah akan mendukung impor beras.

“Pertama, kami ini (di Jawa Barat) surplus beras. Kedua, sebentar lagi mau panen raya. Kalau tiba-tiba impor beras, maka bisa kebayang kan harganya kebanting,” ujarnya.

Ia mengusulkan agar pemerintah pusat menunda kebijakan impor beras tersebut. Karena, lanjutnya, dengan surplus tersebut, pemerintah pusat dapat mengambil produksi beras asal Jabar.

Penolakan juga datang dari Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo. Ia sempat mempertanyakan alasan pemerintah pusat terkait impor beras. Menurutnya, saat ini bukan waktu yang tepat untuk pemerintah mengimpor beras.

“Kalau alasan darurat bencana, boleh-boleh saja atau pun impor beras khusus dan karena kebutuhan daerah tertentu, silakan. Tapi harus dijelaskan secara detail agar tidak mengguncang situasi pada saat kita mau panen. Ini kan sudah masuk musim panen,” kata Ganjar, mengutip sejumlah media.

Dari parlemen, suara penolakan impor beras juga muncul. Anggota DPR yang juga Ketua Dewan Pimpinan Nasional Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Fadli Zon meminta pemerintah membatalkan rencana impor beras 1 juta ton.

Menurut Fadli, rencana impor merupakan kebijakan nirsimpati lantaran diumumkan jelang panen raya. Meski belum ada kepastian terkait rencana tersebut, tetapi sudah berdampak langsung pada turunnya harga gabah petani secara signifikan.

Lagipula, menurut Fadli, puncak panen raya musim tanam Oktober-Maret 2020 adalah Maret-April 2021. Berdasarkan data yang ia punya, potensi gabah kering giling (GKG) Januari-April mencapai 25,37 juta ton atau setara dengan 14,54 juta ton beras naik 3 juta ton dibanding periode yang sama 2020.

“Tak ada alasan mendasar bagi pemerintah untuk melakukan impor beras. Statistiknya jelas cukup dan bahkan naik dibandingkan 2020, sehingga tidak ada dasar kuat bagi pemerintah untuk impor beras,” tandasnya.(sis/bbs)

banner 325x300
banner 325x300

Tinggalkan Balasan