Nasional

Selain Fenomena La Nina, BMKG Ungkap Enam Penyebab Cuaca Ekstrem di Indonesia, Apa Saja?

×

Selain Fenomena La Nina, BMKG Ungkap Enam Penyebab Cuaca Ekstrem di Indonesia, Apa Saja?

Sebarkan artikel ini
Selain Fenomena La Nina, BMKG Ungkap Enam Penyebab Cuaca Ekstrem di Indonesia, Apa Saja?
EKSTREM: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan enam faktor terjadinya curah hujan ekstrem di beberapa wilayah Indonesia yang akan terjadi pada Januari hingga Februari 2021 mendatang. (Foto: Istimewa)

CIANJURUPDATE.COM, Jakarta – Serangkaian peristiwa bencana terjadi di Indonesia begitu dahsyatnya. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan enam faktor terjadinya curah hujan ekstrem di beberapa wilayah Indonesia pada Januari hingga Februari.

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan beberapa faktor tersebut adanya La Nina hingga fenomena angin monsun Asia.

“Ini disebut sebagai fenomena iklim global La Nina. Akibat adanya anomali, suhu muka air laut di wilayah Samudra Pasifik bagian tropis tengah yang mengakibatkan mendingin, relatif dingin dibandingkan dengan suhu muka air laut di wilayah kepulauan Indonesia, yang saat ini makin hangat. BMKG memonitor saat ini suhu di wilayah perairan Indonesia ini mencapai 29 derajat Celsius,” ungkap Dwikorita dalam jumpa pers daring, dikutip Cianjur Update, Minggu (24/1/2021).

Kedua, Dwikorita menjelaskan soal fenomena angin monsun Asia. Angin ini rutin setiap tahun terjadi dan mengakibatkan pembentukan awan-awan hujan sehingga terjadi musim hujan di wilayah Indonesia.

“Fenomena berikutnya adalah angin monsun Asia. Ini fenomena yang rutin setiap tahun terjadi. Angin monsun ini angin yang membawa musim hujan di wilayah Indonesia dan tentunya mengakibatkan peningkatan dan pembentukan awan-awan hujan di wilayah Indonesia,” jelasnya.

Ketiga, ada fenomena Madden-Julian Oscillation (MJO), yang merupakan gelombang atmosfer. MJO membawa kumpulan-kumpulan awan hujan yang bergerak dari Samudra Hindia di zona tropis, dari sebelah timur Afrika, memasuki wilayah Indonesia menuju Samudra Pasifik.

“Jadi, saat memasuki wilayah Indonesia dari bagian barat, karena membawa kumpulan-kumpulan awan hujan ini, karena topografi di Indonesia ini bergunung-gunung, maka akan terjadi hujan yang otomatis menambah pasokan hujan di wilayah Indonesia ini. Fenomena ini memang rutin siklusnya antara 30-60 hari, jadi ada pengulangan,” jelasnya.

Keempat, ada fenomena terkait gelombang atmosfer. Gelombang itu adalah gelombang Kelvin dan Rossby, yang membantu meningkatkan curah hujan.

“Selain MJO, juga ada fenomena yang terkait dengan gelombang atmosfer yang terjadi di ekuator, yaitu gelombang Kelvin dan Rossby, yang juga meningkatkan pasokan air hujan atau meningkatkan potensi hujan,” kata dia.

Faktor kelima, menurut Dwikorita, adanya fenomena menghangatnya muka air laut di perairan Indonesia yang tentunya meningkatkan penguapan di wilayah Indonesia. Dan yang terakhir, adanya bibit siklon dan adanya fenomena siklonik di beberapa wilayah Indonesia.

“Selain itu ada fenomena menghangatnya muka air laut di perairan Indonesia tentunya meningkatkan penguapan di wilayah Indonesia. Keenam adalah terjadinya bibit siklon dan adanya fenomena siklonik di beberapa wilayah Indonesia yang dapat berdampak secara tidak langsung karena siklon atau bibit,” tandasnya.(sis)

Tinggalkan Balasan