banner 325x300
Berita

WHO Wajibkan Pasien Isolasi Mandiri Covid-19 Punya Oximeter, Apa Itu?

×

WHO Wajibkan Pasien Isolasi Mandiri Covid-19 Punya Oximeter, Apa Itu?

Sebarkan artikel ini
WHO Wajibkan Pasien Isolasi Mandiri Covid-19 Punya Oximeter, Apa Itu?
GEJALA RINGAN: Pulse oximeter merupakan alat untuk mengukur kadar oksigen pada seorang penderita Covid-19 dengan gejala ringan, termasuk mendeteksi adanya happy hypoxia yaitu sesak nafas tiba-tiba yang bisa berakibat fatal. (Foto: Istimewa)

CIANJURUPDATE.COM, Jakarta – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengeluarkan pedoman baru terkait perawatan pasien positif virus corona yang menjalani isolasi mandiri.

Aturan ini juga ditujukan bagi pasien yang masih menunjukkan gejala Covid-19 di masa pemulihan, usai terpapar dan mendapatkan perawatan Covid-19.

Menurut WHO, pasien Corona yang menjalani isolasi mandiri dengan gejala Covid-19 ringan, sebaiknya menyediakan pulse oximeter atau alat oksimetri nadi. Sebab, pasien wajib untuk mengecek kadar oksigen secara rutin, melihat apakah kondisi saat terpapar benar-benar aman menjalani perawatan di rumah atau perlu perawatan ke RS.

“Hal lain dalam pedoman yang baru adalah bahwa pasien Covid-19 di rumah harus menggunakan oksimetri nadi, yang mengukur kadar oksigen. Sehingga dapat mengidentifikasi apakah di rumah kondisinya memburuk, atau akan lebih baik dirawat di rumah sakit,” kata Juru Bicara WHO Margaret Harris di Jenewa, dikutip Cianjur Update, Kamis (28/1/2021).

Di laman Mayo Clinic, cara membaca kadar oksigen normal menggunakan pulse oximeter atau alat oksimetri nadi ada di antara 95 hingga 100 persen. Sementara angka di bawah 90 persen dinilai terlalu rendah. Beberapa dokter melaporkan, pasien Covid-19 masuk ke RS dengan kadar oksigen di angka 50 persen atau lebih rendah.

Kadar oksigen rendah juga bisa dialami pasien Covid-19 tanpa mengeluhkan gejala apapun sebelumnya, disebut dengan happy hypoxia. Happy hypoxia membuat pasien Covi-19 mengalami sesak napas tiba-tiba dan berakhir fatal.

Selain itu, WHO juga menyarankan pasien Covid-19 ditempatkan dalam posisi tertentu yang disebut efektif meningkatkan aliran oksigen.

“WHO menyarankan dokter untuk menempatkan pasien dalam posisi tengkurap, di depan mereka, yang terbukti meningkatkan aliran oksigen,” ujarnya.

Rekomendasi WHO untuk mencegah penggumpalan darah pada pasien Covid-19 pun disampaikan secara jelas.

“Juga kami merekomendasikan dan menyarankan penggunaan antikoagulan dosis rendah untuk mencegah penggumpalan darah di pembuluh darah. Kami menyarankan penggunaan dosis yang lebih rendah daripada dosis yang lebih tinggi karena dosis yang lebih tinggi dapat menyebabkan masalah kesehatan yang lain,” kata Harris.

Senada, Dokter spesialis paru dari Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso, dr Adria Rusli, SpP(K), menyarankan mendeteksi awal gejala happy hypoxia pada Covid-19 dengan pulse oximeter. Lalu, bagaimana cara kerjanya?

“Itu ya bisa mengukur kadar oksigen di jaringan, dia sangat sederhana, kita taruh di ujung telunjuk jari kita. Dia mensensor kadar oksigen di dalam jaringan kita, di jari itu, nah itu memang bisa sebagai alat pendeteksi dini lah,” kata dr Adria Rusli.

Ia pun menjelaskan cara kerja oximeter yang cukup mudah, yaitu tinggal tempel di jari tunggu beberapa menit, keluar angkanya, dan akan terlihat saturasi oksigennya.

“Ujung jari kan yang paling jauh dari jantung ya, jadi kan itu peredaran darah sangat gampang lah, representatif untuk bisa menggambarkan di jaringan semuanya,” sebutnya.

dr Adria menilai, penggunaan pulse oximeter di jari memberikan gambaran terkait kondisi di dalam jaringan seseorang. Namun, jika mendeteksi kadar oksigen di dalam darah tidak bisa menggunakan pulse oximeter. Maka dari itu, ia menyarankan pulse oximeter digunakan sebagai alat deteksi dini gejala happy hypoxia Covid-19.

Tak heran jika kini harga pulse oximeter pun banyak diburu masyarakat. Bahkan di sejumlah platfrom e-market, oximeter dihargai mulai Rp275 ribu hingga Rp350 ribuan.(sis)

banner 325x300
banner 325x300

Tinggalkan Balasan